Pemimpin yang Baik= Guru yang Baik
Dalam pengalaman sebagai dosen dan
sekaligus mendalami kepemimpinan, ternyata ada kesamaan profil menjadi pemimpin
yang baik dengan menjadi guru yang baik, di mana pemahamannya bukan hanya di
bidang yang dikuasainya, tetapi mampu memahami dunia konseling.
Fakta yang menarik adalah bahwa guru
yang baik ternyata harus menjadi konselor yang baik bagi murid-muridnya. Itu
sebabnya seorang guru harus belajar mendalami konseling agar dia sukses. Dalam
tulisan “Good Teaching” oleh Theodore R. Sizer, mantan Pembantu Rektor bidang
Akademik di Harvard University College of Education mengatakan bahwa guru
hendaknya menjadi guru profesional yaitu mengetahui hal-hal sederhana soal
konseling, termasuk dalam hal-hal yang kecil sehingga murid bertumbuh. Ada
beberapa poin yang dia sampaikan:
- Mengenal nama dari siswa dan panggil siswa dengan
namanya.
- Memberikan salam kepada siswa dan rekan kerja dengan
hangat dan ramah.
- Pergi menghadiri acara-acara siswa di luar kelas,
misalnya ibadah, pertandingan, dan lain sebagainya.
- Mengingat sesuatu yang pernah digumuli oleh siswa
sebelumnya. Contohnya: apakah mamamu sudah keluar rumah sakit?
- Hindari bersifat sarkastik dalam memberikan komentar
atas kebodohan atau kenakalan yang dilakukan seorang siswa. Ini akan
melukai hati siswa.
- Jangan pernah toleransi dengan masalah SARA, termasuk
lelucon-lelucon masalah SARA.
- Ingat pepatah yang diberikan orang tua kita: jika kita
tidak bisa menyampaikan atau melihat sesuatu yang baik tentang seseorang,
jangan katakan apapun.
- Katakan suatu kebenaran atau teguran secara pribadi.
Contohnya: Ayu, saya sebenarnya curiga kamu menyontek…, Amir, kamu kurang
belajar dan malas sepertinya… Hasan, kamu kok bau ya, apakah kamu tidak
mandi pagi? Besok mandi ya… Mei, kamu suka mengganggu…)
- Selalu mendorong bahwa kemampuan siswa lebih dari yang
merasa dimiliki siswa.
- Jadilah guru yang positif, namun hati-hati bila selalu
memuji pekerjaan baiknya. Tidak ada seorang pun belajar lebih cepat ketika
dia merasa bahwa dia merasa berhasil.
- Pertunjukkan persahabatan dan jadilah jujur dan
obyektif dalam penilaian terhadap murid-murid yang kita juluki “nakal”
atau mengganggu.
- Menjadi teman siswa, namun jaga jarak juga.
- Jangan pernah menyerah dengan siswa kita, dan jangan
menjuluki mereka secara permanen, misalnya: si bodoh, si cerewet, si
pemalu, dsb.
- Setiap kali memberikan pedoman dan aturan, sampaikan
alasannya dan jangan tidak disampaikan apa yang dimaksud.
- Tahu membedakan mana siswa yang hanya mendengar dan
yang memperhatikan sehingga bisa menyerap. Caranya adalah mendengarkan
mereka yaitu memberikan kesempatan kepada mereka untuk bertanya.
Bila kita buat kesejajaran dengan
kepemimpinan, maka kita tinggal mengganti guru dengan kata pemimpin dan
mengganti kata siswa dengan bawahan dan kata kerja yang disesuaikan dengan
bidang kepemimpinan (saya baru eksperimenkan):
- Mengenal nama dari bawahan dan panggil bawahan dengan
namanya.
- Memberikan salam kepada bawahan dan rekan kerja dengan
hangat dan ramah.
- Pergi menghadiri acara-acara bawahan di luar kelas,
misalnya ibadah, pertandingan, dan lain sebagainya.
- Mengingat sesuatu yang pernah digumuli oleh bawahan
sebelumnya. Contohnya: apakah mamamu sudah keluar rumah sakit?
- Hindari bersifat sarkastik dalam memberikan komentar
atas kesalahan atau kegagalan yang dilakukan seorang bawahan. Ini akan
melukai hatinya, kita hanya fokus kepada kesalahan pekerjaannya bukan
menyerang pribadinya.
- Jangan pernah toleransi dengan masalah SARA dan
seksualitas, termasuk lelucon-lelucon masalah SARA dan menjurus kepada
seks.
- Ingat pepatah yang diberikan orang tua kita: jika kita
tidak bisa menyampaikan atau melihat sesuatu yang baik tentang seseorang,
jangan katakan apapun.
- Katakan suatu kebenaran atau teguran secara pribadi.
Contohnya: Ayu, saya sebenarnya curiga kamu melakukan sesuatu yang salah…
- Selalu mendorong bahwa kemampuan bawahan lebih dari
yang merasa dimiliki bawahan.
- Jadilah pemimpin yang positif, namun hati-hati bila
selalu memuji pekerjaan baiknya. Tidak ada seorang pun belajar lebih cepat
ketika dia merasa bahwa dia merasa berhasil.
- Pertunjukkan persahabatan dan jadilah jujur dan
obyektif dalam penilaian terhadap bawahan.
- Menjadi teman bawahan, namun jaga jarak juga sehingga
tidak terlalu dekat.
- Jangan pernah menyerah dengan bawahan kita, dan jangan
menjuluki mereka secara permanen, misalnya: si bodoh, si cerewet, si
pemalu, si terlambat dan yang lainnya.
- Setiap kali memberikan pedoman dan aturan, sampaikan
alasannya dan jangan tidak disampaikan apa yang dimaksud.
- Tahu membedakan mana bawahan yang hanya mendengar
tetapi kemudian mengabaikan perintah dengan yang memperhatikan sehingga
bisa menyerap semua perintah dan menjalankannya. Caranya adalah
mendengarkan mereka yaitu memberikan kesempatan kepada mereka untuk
bertanya atau melakukan feedback.
Walk
the talk
Ada hal-hal teknis sebagai seorang
guru yang harus diperhatikan sehingga dia dapat disebut guru yang
berintegritas, yaitu seorang yang “walk the talk”:
1.
Jangan lambat masuk kelas.
- Kembalikan tugas-tugas murid tepat pada waktunya dengan
komentar yang menguatkan, mengembalikan makalah ke mahasiswa dalam dua
puluh empat jam.
- Penting anak diingatkan untuk mengerjakan tugas dengan
jujur. Ini karena banyak orang tua campur tangan mengerjakan tugas-tugas
rumah.
- Anak diajar untuk menghargai formalitas kelas, tanpa
harus formal dan kaku dalam mengembangkan pikiran-pikiran.
Maka bila disejajarkan dengan
kepemimpinan, maka dapat dibuat sebagai berikut:
1.
Jangan lambat masuk kantor. Datang lebih awal atau tidak datang sama sekali
bila terlambat.
- Kembalikan tugas-tugas bawahan tepat dalam bentuk
komentar yang menguatkan dan mengevaluasi kinerja bawahan dengan
memberitahu bagaimana meningkatkannya.
- Penting bawahan diingatkan untuk mengerjakan tugas
dengan jujur.
- Bawahan diajarkan untuk menghargai formalitas
organisasi, tanpa harus formal dan kaku dalam mengembangkan
pikiran-pikiran dari bawahan.
Ini eksperimen kepemimpinan yang
disejajarkan dengan guru. Memang sejak dulu guru disebut pemimpin dan berperan
banyak dalam kepemimpinan di masyarakat. Tetapi peran tersebut sudah mulai
hilang. Maka tulisan ini mencoba membuat kesejajaran untuk menyatakan bahwa
pemimpin yang baik adalah (dan sepatutnya juga) guru yang baik
Tidak ada komentar:
Posting Komentar